Sumber: Buku Jejak Trabas sang Politisi Lugas Karya Abdul Aziz
Cita cita yang lama terpendam bagi politisi PPP adalah lahirnya keputusan politik di tingkat nasional maupun lokal pemberian insentif (pendapatan tambahan) untuk Guru-Guru Madrasah Diniyah (madin), Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) dan Pondok Pesantren. Cita-cita ini seolah menjadi misi yang paling faktual bagi mereka. Ia menjadi misi yang bersifat ideologis sekaligus historis. Bahkan, ia menjadi misi yang dianggap paling ‘membumi’ untuk kepentingan konstituen PPP yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. ‘
What the reason? Sebab, sejak PPP lahir pada tahun 1973, partai ini secara ‘istiqomah’ digerakkan oleh para pendiri, pengelola dan aktivis terdepan lembaga-lembaga pendidikan non formal tersebut. Para aktivis dan Guru yang selama ini nasibnya terlupakan.
Rumah yang dirubah menjadi madrasah diniyyah di Magelang. (Foto: Dok. Pribadi)
Nasib yang terlupakan memang layak disematkan kepada mereka. Selama ini, mereka dikenal sangat ikhlas dan tanpa pamrih mengabdi. Niat utama mereka adalah ‘tasharruf al ilm’. Sebuah pengabdian yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, sebab seiring dengan keyakinan keagamaan bahwa menjadi guru adalah pekerjaan paling mulia disisi Allah swt, dibanding pekerjaan apapun yang lainnya. Bahkan, menjadi guru agama adalah sebuah “jihad sosial” yang harus dikerjakan meski tanpa imbalan yang setimpal.
Momentum Dramatik
Alhamdulillah, lewat sebuah momentum dramatik yang sebelumnya tak pernah terbayangkan, kebijakan tersebut akhirnya muncul di Jawa Tengah. Saya sebut dramatis karena keputusannya muncul seiring peristiwa politik yang terjadi secara mendadak. Peristiwa itu berkelindan terjadi sesaat setelah terpilihnya Gus Yasin sebagai calon wakil gubernur mendampingi Ganjar Pranowo dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah tahun 2018.
Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maimoen. (Foto: Instagram)
Pagi hari ba’da Subuh, salah satu calon gubernur yang namanya sudah santer beredar, yakni Sudirman Said, berada di rumah KH Maimoen Zubair (sesepuh PPP). Sudirman saat itu sedang menunggu jawaban dari Mbah Moen, agar salah satu putranya bersedia menjadi calon wakil gubernur mendampinginya dalam kontestasi PILGUB Jawa Tengah di tahun 2018. Tapi sekitar jam 10 pagi, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jakarta, tiba-tiba memutuskan calon wakil gubernur Ganjar Pranowo di periode kedua adalah putranya Mbah Maimoen. Lalu keluarga besar mbah Maimoen menggelar rapat kecil, dan diputuskanlah Gus Yasin (anggota FPPP DPRD Jawa Tengah) sebagai calon wakil gubernur, mendampingi Ganjar Pranowo, bukan Sudirman Said.
Saat itu, kita pengurus DPW PPP Jawa Tengah masih berada di rumahnya masing-masing, tidak tahu menahu. Setelah mendengar keputusan itu, kita lalu merapatkan barisan. Sebagai calon wakil gubernur, kita tentu punya hak untuk ikut menyodorkan konsep tentang visi misi dan program program yang kita anggap prioritas. Salah satu poin yang kita garis bawahi dalam diskusi ini tentu adalah nasib mereka yang selama ini terlupakan, yakni para guru Madin/TPQ/Pontren. Inilah momentum penting untuk memunculkan komitmen kebijakan politik yang berpihak kepada mereka. Saatnya kita perjuangkan nasib mereka dengan kontrak politik yang masuk dalam dokumen janji politik di kontestasi Pilgub Jawa Tengah tahun 2018.
Masuk Prioritas Program
Diskusi lalu kita kembangkan untuk menemukan konsep yang tepat dalam rangka memasukkan gagasan tersebut. Komunikasi pun kita bangun dengan pihak-pihak terkait. Akhirnya, kita menemukan titik temu dalam rumusan yang terdapat dalam salah satu misi yang telah tersusun oleh tim Ganjar di sektor pendidikan, yakni konsep pendidikan ‘tanpa sekat’. Sebagai penjabaran dari misi ini, muncullah diktum tentang ‘insentif guru agama’ sebagai program prioritas calon gubernur /wakil gubernur. Insentif guru keagamaan (Madin/TPQ/Pontren) akhirnya disepakati masuk sebagai salah satu program prioritas sektor pendidikan yang akan diwujudkan oleh pasangan Ganjar-Yasin jika terpilih dalam pemilihan Gubernur tahun 2018.
Jadi, sudah terkunci dalam dokumen perencanaan politik janji sang calon gubernur/wakil gubernur. Inilah kesepakatan atau “deal politik” yang sangat melegakan bagi kami. Meskipun masih sebatas sebagai ‘janji politik’ pilkada, namun cukup membuat hati kami tenang. Setidaknya ini menjadi ‘step’ awal yang sangat penting. Kami bisa memanaskan mesin dukungan politik kontestasi pilgub khususnya di kalangan basis-basis pemilihan Islam tradisional dengan membawa ‘bekal’ komitmen ini. Kami meyakini efektifitas janji ini sebab masuk menjadi program prioritas yang akan diwujudkan oleh pasangan Gubernur/wakil Gubernur yang diusung oleh PDIP dan PPP.
Realisasi Yang Memikat
Roda bergerak dengan cepat tapi pasti. Tidak perlu menunggu Pilgub selesai dan dilantik dulu baru janji itu diwujudkan. Sesaat setelah komitmen terbangun dalam dokumen program prioritas pasangan calon gubernur/wakil gubernur yang diusung PDIP-PPP, dalam perencanaan RAPBD tahun 2019, program insentif ini langsung di ‘launching’. Ini merupakan tahun perencanaan saat proses pilkada sedang jalan. Jadi, sebagai calon gubernur incumbent, Ganjar Pranowo langsung ‘cancut taliwondo’. Ia bergerak cepat dengan langsung memunculkan nomenklatur anggaran untuk insentif Guru agama (Madin/TPQ/Pontren) di tahun saat ia masih menjabat sebagai incumbent Gubernur.
Tidak tanggung-tanggung, di rancangan APBD tahun 2019, muncul nominal sebesar 207 miliar. Angka itu mencakup kuota sebesar 171.131 Guru Madin/TPQ/Pontren se-Jawa Tengah dengan rincian Rp. 100.000/guru/bulan. Kira-kira angka ini mencakup sekitar 80% guru di lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal yang terdata dalam ‘database’ yang bernama EMIS (Education Management Information System) Kementerian Agama Jawa Tengah. Jadi semua guru yang ada di database belum semua dapat. Masih tersisa ‘waiting list’ sekitar 40rb-an Guru Madin/TPQ/Pontren yang belum masuk alokasi. Apalagi kalo plus yang belum masuk database EMIS, maka jumlahnya menjadi semakin banyak lagi.
Pada tahun kedua (RAPBD tahun 2020), yakni tahun di mana pasangan Ganjar-Yasin tampil sebagai gubernur/wakil gubernur terpilih, alhamdulillah jumlahnya bertambah menjadi Rp 210 miliar. Angka ini “meng-cover kuota guru” sebesar 204.125 Guru Madin/TPQ/Pontren se-Jawa Tengah. Yang berbeda dengan kebijakan di tahun pertama (2019), insentif guru keagamaan di tahun ini dialokasikan juga kepada guru-guru keagamaan non Islam, yakni guru agama Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Jumlah kuota untuk guru non Islam sebesar 5153 orang. Rincian datanya ; Guru madin 80.437 orang, guru TPQ 104.231 orang, guru Pontren 19457 orang, Guru sekolah minggu Kristen 4057 orang, Guru sekolah minggu katolik 434 orang, Guru Vijjal Budha 498 orang dan Guru pasraman Hindu 164 orang. Jadi, total insentif guru keagamaan tahun 2020 kuotanya sebesar 211.455 orang. Nomenklatur anggaran ini berjalan selama 3 tahun berturut turut APBD pemerintah Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2020-2021-2022.
Pada RAPBD tahun 2023, alokasi yang muncul untuk insentif guru keagamaan bertambah lagi. Inilah tahun terakhir kepemimpinan Ganjar Yasin di Jawa Tengah. Mungkin muncul pertimbangan sebagai tahun terakhir, akan memberi kenang-kenangan manis untuk mereka yang selama ini terlupakan. Dalam draft RKUA/PPASS RAPBD tahun 2023 yang kami terima, telah muncul tambahan kuota baru sebesar 19rb-an sehingga total kuota untuk insentif guru keagamaan se-Jawa tengah menjadi 230.830 orang. Dengan alokasi sebesar Rp. 1,2jt/tahun/orang, maka anggaran totalnya mencapai 270,2 miliar. Sebuah keputusan yang patut kita syukuri dan tentu kami full dukung dalam pembahasan penetapan APBD tahun 2023.
Bermutu dan Profesional
Dalam sebuah kesempatan di awal peluncuran program insentif guru keagamaan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan, pemberian dana ini sebagai bentuk dukungan Pemerintah Provinsi Jateng terhadap kondisi guru madrasah agar semakin bermutu dan profesional dalam mendidik generasi ke depan.
“Kami ingin generasi kita nantinya menjadi manusia baik, mempunyai pemahaman baik tentang kehidupan. Bantuan ini memang juga belum meng-cover seluruh guru-guru Madin/TPQ/Pontren yang terdata di Kementerian Agama,” katanya di Rumah Dinas Puri Gedeh, Semarang, Selasa, (22/01/2019).
Gubernur menambahkan pola pencairannya melalui Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jateng.
“Para penerima akan menerima dana ini melalui rekening dengan alamat yang sudah didata sebelumnya. Tahun 2019, ada 170 ribuan guru Madin, TPQ dan pengasuh pondok pesantren yang terverifikasi di Kemenag”. Ujarnya di waktu yang sama.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menghadiri dialog interaktif dengan tema Insentif untuk Guru Madrasah Diniyah, di Puri Gedeh, Semarang, Selasa 22 Januari 2019. (Dok. Humas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah)
Sementara, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengharapkan, para guru madin, TPQ dan pengasuh pondok pesantren membantu penguatan paham Islam “rahmatan lil ‘alamin”.
“Semoga dengan bantuan ini bermanfaat dan tidak ada keluh kesah lagi dari para guru maupun ustad. Pondok pesantren dan madrasah telah berjasa sejak sebelum kemerdekaan,” tutur Gus Yasin di tempat yang sama, Selasa (22/01/2019).
Putra dari KH. Maimun Zubair menambahkan latar belakang inisiatif Intensif guru yang diluncurkan.
“para kiai zaman dahulu berinisiatif membangun negara dengan agama. Para penerus dan santri pun harus dikembalikan pemahamannya mengenai hal tersebut. Di Rembang, Batang, Tegal, Batang, Pekalongan, Kudus, Kebumen bantuan seperti itu sudah dilakukan melalui pemerintah kabupaten setempat. Jadi kita kolaborasi dengan kabupaten atau kota, agar mereka memperoleh tambahan kesejahteraan yang mereka butuhkan, sekaligus memperkuat pemahaman nasionalisme di kalangan mereka”, tandasnya.
Pejuang Bertanda Jasa ’Bintang’.
Bagi kami, Guru Madin/Tpq/Pontren adalah para pahlawan ‘tanpa tanda jasa’ bagi negeri ini. Mereka telah berjasa dengan mengabdi dan berkhidmah untuk menjaga pendidikan akhlak untuk generasi penerus di seluruh pelosok negeri. Saat era perjuangan kemerdekaan, mereka menjadi bagian dari para pejuang pergerakan yang ikut mengangkat senjata meski hanya berbentuk ‘bambu runcing’.
Kiai Subchi adalah sosok pencetus senjata bambu runcing yang terkenal dan ditakuti Jepang dan Belanda. Beliau adalah sosok guru ‘ngaji’ bersahaja dari Parakan Temanggung. Bambu runcing akhirnya dikenal sebagai senjata andalan para pejuang kemerdekaan. Dengan gigih para gerilyawan yang terdiri dari para guru ‘ngaji’ ini berjuang mengusir penjajahan. Setelah Indonesia merdeka, mereka berkhidmah mendidik dan membina pendidikan akhlak anak negeri tanpa pamrih dan tanpa lelah. Mereka adalah para pejuang tanpa tanda jasa yang disematkan di pundak bak para pahlawan yang gugur di medan peperangan.
Bagi partai kami (PPP), mereka adalah pejuang-pejuang tangguh kami yang dengan istiqomah menjadi penggerak partai di tingkat bawah. Mereka adalah para pejuang yang dengan bangga menyematkan ’emblem’ bintang di dadanya. Para pejuang bertanda jasa ‘bintang’ (‘metafora’ dari logo PPP yang bergambar ‘bintang’ saat itu). Mereka merupakan ‘garda terdepan’ perjuangan membangun dukungan politik ummat sejak partai ini lahir pada tahun 1973.
PPP lahir merupakan hasil fusi empat partai Islam era sebelumnya. Baik partai NU, Parmusi, Perti dan PSII yang menjadi penopang eksistensi politik lahirnya PPP di era Orde Baru, adalah partai-partai Islam yang berbasis pergerakan para aktivis dakwah di bidang pendidikan keagamaan. Disamping pondok pesantren, madin/TPQ, mereka juga berkhidmah dalam berbagai aktivitas dakwah keagamaan di mushola, masjid, surau, majlis taklim dan lain sebagainya. Tanpa mereka, partai ini tidak akan lahir dengan sempurna.
Saat gempuran rezim politik orde baru berkembang semakin represif, keberadaan para pejuang ber’emblem bintang’ PPP ini ikut tergencet. Negara menjadi alat penetrasi partai yang berkuasa untuk menghimpit keberadaan para aktivis ini sehingga mereka bernasib sangat tertekan. Sinisme dan perlakuan diskriminatif mereka terima dengan penuh ketabahan. Namun meski begitu, mereka tetap eksis dalam barisan perjuangan di bawah panji-panji ‘emblem bintang’ PPP. Mereka tetap istiqomah pada jalur pilihan ideologis politik bersama PPP sebagai wadah satu-satunya saluran politik saat itu.
Oleh sebab itu, dengan munculnya kebijakan intensfi guru Madin/TPQ/Pontren di Jawa Tengah ini, bagi kami adalah merupakan janji yang terlunasi. Meski secara jumlah masih terbilang kecil, yakni 100.000 guru perbulan, namun ia dapat menjadi tambahan penghasilan yang bermanfaat. Ini juga bisa menjadi ‘trigger’ bagi wilayah lain agar mengeluarkan kebijakan yang sama dengan Jawa Tengah.
Berdasarkan data, tidak semua pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Tengah memiliki kebijakan yang sama dengan pemerintah Provinsi. Bahkan, hanya ada 6 provinsi yang memiliki kebijakan yang sama terkait insentif Guru keagamaan ini. Secara nasional, barangkali kebijakan “insentif guru agama” ini saatnya dimasukkan dalam salah satu isu penting dalam kontestasi PILPRES 2024 yang akan datang.